Naik dan Turun Gunung Pilatus dengan Total Waktu 13 Jam

Sejak SMA aku suka "pergi ke alam". Entah itu pergi ke gunung, goa atau hanya sekadar menginap di hutan. Tergabung dalam ekskul Sispala Rinjani membuatku lebih banyak mengenal sisi lain dunia. Sebelumnya mungkin lebih sering ke tempat wisata yang mainstream atau hanya sekadar ke tepian pantai, nongkrong di tempat makan. Tetapi semenjak bergabung dengan organisasi sispala - Siswa Pecinta Alam - aku lebih suka untuk pergi menyusuri hutan bersama "keluarga" baru. 

Setelah lulus SMA aku melanjutkan kuliah ke Jerman. Semenjak itulah kaki ini tidak pernah lagi menapak ke alam terlebih ke hutan. Hingga di tahun ke-3 hidup di Jerman, aku berkenalan dengan seorang mahasiswi Indonesia yang berkuliah di kampus yang sama denganku. Betapa senangnya karena dia ternyata juga suka dan sering mendaki gunung selama di Jerman.

Suatu hari, saat itu siang, tiba-tiba dia menelpon dan mengajakku untuk ikut dengannya ke Swiss. Tanpa pikir panjang aku mengiyakan ajakannya karena ini adalah ajakan untuk mendaki gunung. I was so excited. Ini perjalanan yang super dadakan. Saat itu dia menelepon di hari Jumat sedangkan kami akan berangkat di hari Sabtu. Tabungan untuk berangkat cukup dan tinggal packing ransel.

Bahagia tiada habisnya membayangkan besok kaki ini berada di puncak gunung kembali, mencium aroma dedaunan dan menikmati ciptaan Tuhan yang sangat mempesona. Sungguh aku sangat merindukan moment tersebut. Terbayang olehku betapa indahnya masa SMA dulu saat aku bersama yang lainnya melakukan pendakian. Perlahan kami melangkah, bersenda gurau di depan tenda menghangatkan badan di sekitaran api unggun, makan bersama dengan masakan yang terhidang di atas plastik, mencium aroma tanah dan dedaunan yang dibasahi embun. 

Walaupun bukan hal serupa seperti pendakian zaman SMA, tetapi setidaknya pendakianku kali ini di Swiss akan menjadi awal pendakianku di tanah Eropa.


Beginilah awal perjalananku...

Gunung Pilatus merupakan salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi jika kita pergi ke Lucerne, Swiss. Lucerne adalah salah satu kota yang cantik dan ramai dikunjungi turis. Kota ini terletak di dekat danau Lucerne dan peninggalan terkenalnya adalah Kapellbrücke (Jembatan Kayu) dari abad ke-14. 

Gunung Pilatus yang merupakan rangkaian dari Pegunungan Alpen memiliki beberapa puncak. Dua diantaranya adalah Puncak Tomlishorn (2.128 mdpl) dan Puncak Esel (2.119 mdpl). Sayangnya di pendakian kali ini aku hanya bisa sampai di Puncak Esel.

Semalam sebelum pendakian, aku bersama Mesya - temanku - menginap di rumah Mas Krisna yang terletak di kaki Gunung Pilatus. Mesya mengenal beliau dari salah satu forum backpacker dunia saat dia di tahun-tahun sebelumnya berlibur di Swiss. Semenjak saat itu mereka berkomunikasi baik dan hingga saat kami ke Lucerne, kami berdua diizinkan untuk menginap di rumahnya.

Kalian lihat puncak gunung yang putih itu? Itulah Gunung Pilatus
Kami sampai sore hari di Lucerne. Sebelumnya kami menikmati beberapa jam di Zurich sebelum esok melakukan pendakian di Lucerne. Tidak banyak yang bisa kami nikmati hari itu di Zurich karena keterbatasan waktu yang kami miliki. 

Foto di atas diambil saat berjalan kaki menuju rumah Mas Krisna, tempat kami menginap beberapa hari ke depan. Rumah yang terletak tepat di kaki Gunung Pilatus. Seperti biasa, setiap pendaki pasti pernah merasakan hal ini. Saat aku berhenti dan melihat puncak Gunung Pilatus yang menjulang tinggi, rasanya seperti tidak mungkin, dalam sehari bisa didaki dan balik lagi ke rumah. Tetapi semangat tetap membara. Kaki ini harus berada di atas sana.

Keesokan harinya, setelah sarapan pagi kami mulai melakukan pendakian. Hari itu matahari terik sekali karena memang sedang musim panas. Kami dibekali sandwich dan beberapa cemilan. Mas Krisna juga memberikan dua peta yang bisa kami gunakan selama perjalanan nanti. Sebenarnya ada kereta gantung yang bisa sampai ke puncak. Tetapi kali ini tujuan kami memang untuk mendaki bukan hanya sekadar liburan. Kami memutuskan untuk mendaki dari bawah tanpa menggunakan kereta. Selain kereta gantung juga ada kereta biasa sebagai transportasi andalan untuk turis yang ingin ke puncak Gunung Pilatus.

Pilih mana? Jalan kaki alias mendaki atau naik kereta gantung?

Semakin siang semakin panas. Terasa mulai capek padahal masih di ketinggian yang belum seberapa Maklum saja sudah berapa tahun tidak mendaki. 


wajah sok semangat padahal aslinya lelah pakai banget

Topografi yang kami lewati semakin lama semakin berubah. Mulai dari rerumputan biasa, kemudian dipenuhi pepohonan hingga semakin ke atas semakin banyak dipenuhi dengan bebatuan. 

Ada banyak jalur pendakian yang bisa kita pilih. Di peta juga diterangkan tingkat kesulitan tiap jalurnya. Ada yang mudah, menengah dan sulit. Pendakian kali ini, kami begitu menghindari medan yang terjal dan sulit. 

Semakin tinggi kami semakin memasuki hutan. Pepohonan dan tebing-tebing batu mulai tampak jelas menjulang tinggi. 




Selama perjalanan kalian juga harus berhati-hati dengan pagar kawat yang terpasang di pinggir jalan karena pagar tersebut dialiri arus listrik. Menurutku itu untuk sapi-sapi yang ada di sana yang kami temui. Selain kandang sapi, kami juga melewati air terjun kecil dengan medan jalan yang sangat terjal. Untungnya sudah ada rantai-rantai yang terpasang erat dan bisa digunakan untuk berpegangan. Mataku terus fokus ke depan, berpegang erat pada rantai-rantai karena jalannya berbatuan dan sangat terjal.

Tidak lama setelah itu kami bertemu dengan seorang bapak yang ternyata juga suka mendaki. Beliau sangat kuat bahkan mengalahiku yang masih muda ini. Saat istirahat sejenak aku sempatkan berfoto dengannya sambil memegang bendera merah putih.


Sebelum mencapai puncak kami disambut oleh sekawanan kambing. Enggak disangka ternyata kambing-kambing ini bisa juga mendaki mencapai puncak gunung. Moment langka yang tidak aku temu sebelumnya. Kami putuskan untuk mengambil beberapa foto bersama mereka.




Perjalanan sampai ke puncak menghabiskan waktu kurang lebih 6 jam. Kemudian 1 jam berikutnya kami habiskan untuk istirahat dan berfoto menikmati keindahan alam. Dari atas puncak tampak jejeran pegunungan dan bahkan ada yang putih-putih bersalju. Birunya danau dan langit yang cerah menambah indahnya. 




Hari semakin siang dan kami bergegas kembali turun. Untungnya masih musim panas dan matahari telat tenggelam. Langit masih terang dan perjalanan pulang ke rumah dimulai. 

Ini adalah pertama kalinya aku mendaki gunung dan turun gunung di hari yang sama. Kebayangkan capeknya gimana? Untuk pulang ke rumah kami mengambil rute yang berbeda. Mengingat jika dengan rute yang sama akan kesulitan menuruni jalanan terjal sebelumnya, apalagi jika langit sudah mulai gelap.




Perjalanan pulang yang gelap dan tanpa senter...

Benar saja, wajah lelah yang tidak bisa ditutupi. Mau fotopun sudah tidak semangat. Pikiranku saat itu hanya tertuju bagaimanapun caranya harus segera sampai di bawah. Langit mulai gelap dan kami masih berada di ketinggian. Ditambah lagi perlengkapan yang tidak memadai. Aku baru sadar kalau tidak ada satupun di antara kami yang membawa senter. Keadaan super parah hanya dengan mengandalkan senter dari HP. 

Saat memasuki hutan kondisi semakin gelap. Tiba-tiba ada suara binatang yang berlari dan sontak membuat kaget. Kami benar-benar bingung harus melakukan apa. Muncul ketakutan kalau misalnya tadi itu binatang buas. Sepi dan tidak ada pendaki lain. Untungnya tidak lama setelah datanglah seorang pendaki laki-laki yang juga melangkah turun. Akhirnya dengan pertolongannya kami turun bersamaan.

Langkah kakinya yang begitu cepat bahkan berlari kecil. Saat itu rasanya kaki sudah tidak seperti kaki lagi. Aku pasrah melangkahkan kaki ini untuk tetap turun, mengikuti entah kemana dia melangkah. Gelap dan untungnya si pendaki itu meminjamkan head lamp. 

Aku bersyukur bisa bertemu dengannya. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi. Bisa-bisa kami tidak tiba di rumah Mas Krisna malam itu juga. Sedang di rumah, Mas Krisna sangat khawatir karena sudah larut malam dan tidak ada kabarpun dari kami. 

Saat sampai di rumah ternyata Mas Krisna sudah siap-siap hendak menelpon polisi jika kami tidak kunjung sampai. Untungnya kami sampai di rumah sebelum polisi ditelpon. 


Pelajaran berharga...

Akhirnya badan bisa direbahkan di atas kasur. Sesampai di rumah Mas Krisna, kami langsung istirahat. Badan ini sungguh capek. Sambil tiduran aku masih tidak menyangka bisa melewati semuanya. Mendaki dan turun gunung hanya sehari dengan total waktu 13 jam. Itu semua mungkin akan lebih jika kami tidak bertemu dengan pendaki saat menuruni gunung. 

Pelajaran berharga dari pendakian ini jangan pernah lengah dengan perlengkapan untuk mendaki. Jangan asal mendaki karena kita tidak tahu bagaimana medannya dan kemungkinan-kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Seperti perjalanan kami ini contohnya, rencana awal akan sampai di bawah saat langit masih terang. Tetapi semua di luar rencana. 

Allah masih melindungi kami hingga detik ini. Dia mengirimkan pendaki itu agar bisa bersama menuruni gunung. Kalau bukan karena dia, mungkin kami semakin lama terjebak di tengah hutan. Apalagi malam begitu dengan senter HP dan tanpa perlengkapan untuk menginap.

Jika kalian juga mendaki ke sana dan merasa kalau waktu yang kalian punya tidak cukup untuk turun, alangkah baiknya turun dengan kereta saja.

mungkin lain kali bisa dicoba naik ini

Begitulah pengalaman perdanaku mendaki gunung di Eropa. Mana tahu setelah ini ada yang mau ngajakin untuk mendaki lagi :)) Oiya bedanya pendakian kali ini, kalau di Padang saat aku mendaki, jalur pendakiannya kadang tidak begitu jelas, sedangkan jalur kali ini terlihat sangat jelas.

The Virtual Friend - Akhirnya Terbit!

[literally as writer] Menunggu adalah hal yang paling membosankan. Tapi, ternyata tidak semua hal yang berhubungan dengan penantian itu membuat kita merasa bosan. Penantian mengajarkan kita untuk lebih bersyukur atas apa yang kita miliki sekarang. Penantian melatih kesabaran. 

15 Maret 2018, hari dimana penantianku berakhir dengan sempurna. The Virtual Friend yang dulu hanya sekedar naskah, bahkan gabungan dari beberapa cerita yang sudah lama terabaikan, akhirnya berubah menjadi satu karya tulis yang siap dibaca. Betapa indahnya hari itu, mimpiku selama ini untuk menjadi seorang penulis akhirnya terwujud. The Virtual Friend, novel dengan 151 halaman, terbit! 

Menulis adalah caraku untuk mengabadikan moment berharga di hidupku. Saat tua nanti, saat otakku tidak mampu mengingat kembali kejadian-kejadian di masa lalu, bahkan saat aku sudah tidak eksis lagi di bumi ini, akan ada "mereka", karya-karyaku yang siap kembali menceritakan semuanya. 

Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantuku untuk menyelesaikan novel ini. 

The Virtual Friend

Jadi apa yang aku ceritakan di novel ini?

Untuk kamu yang belum baca, ini aku bagi sinopsisnya :)

Sinopsis: 
Cynthia, gadis Minang yang melanjutkan kuliah ke Jerman. Kesehariannya dihiasi oleh sahabat yang begitu ia sayangi. Mereka yang disebut Empat Sekawan, terdiri dari Elvi, Shahi, Fiona dan tentunya Cynthia sendiri.

Sebagai mahasiswa media dan komunikasi, Cynthia menyibukkan dirinya sebagai penyiar di Radio PPI Dunia. Mengudara dari langit Jerman untuk menghibur dan membagikan informasi kepada para pendengar.

Pernah tebersit dalam pikirannya memiliki seorang penggemar rahasia yang selalu mendengarkannya bersiaran hingga tahu banyak tentangnya. Siapa sangka, imajinasinya dulu ternyata tidak hanya mimpi belaka. Ada seorang lelaki bernama Raka yang selama ini menjadi pendengar setianya.

Kehadiran Raka begitu misterius. Ia tahu segala informasi tentang Cynthia. Raka yang selama ini hanya memperhatikan Cytnhia dalam diam, akhirnya memberanikan diri untuk menyapanya. Apa yang Raka tahu tentang Cynthia seakan dia adalah orang yang dekat, hingga hari-hari Cynthia berlalu dalam penasaran. Apakah mereka memang pernah bertemu sebelumnya? Apakah semua yang diberitahu Raka itu nyata atau hanya karangan semata? Sulit dipercaya.

Review dari Pembaca

@adenovihendra - Kalau dijadikan film, judulnya teman sampai menikah. Makna di setiap kisahnya sangat menginspirasi bahkan memotivasi setiap pembaca untuk lari mengejar mimpi, walau banyak rintangan menghampiri. Dari sini aku merekomendasikan kalau buku ini harus dimiliki agar generasi saat ini bisa mengerti dan menghargai, bahwa hati harus punya komitmen. Keteguhan hati yang tinggi, walau sesekali goyah dengan keraguan, tapi yakinlah Yang Maha Kuasa akan memberikan yang terbaik untukmu.

@nisa6767 - Dalam novel ini kalian tidak hanya membaca sebuah cerita saja, kalian bisa menemukan semangat untuk tetap fighting di negara orang. Kalian bisa menemukan bahwa kuliah di luar negeri itu enggak gampang. Kebahagiaan semu kalau ada yang bilang kuliah di luar negeri enak, bisa jalan-jalan, bisa cicipi makanan khas berbagai negara. Tentang cinta, persahabatan, kekeluargaan. Tentang sebuah kepercayaan, tentang visioner, keyakinan, tentang mimpi, tentang perjuangan.

@bernanden - Novelnya kak Cynthia ngajarin aku buat semangat untuk belajar lebih tekun. Makasih ya kak. Novelnya bagus. Meskipun ada cinta-cintanya yang aku gak ngerti, tapi novel ini kasih aku semangat dalam ngikutin olimpiade sains loh.

@erka110 - Kalau mau rugi dan nyesel jangan baca deh. Not only bout love, but also bout educated, struggle, friendship, trust, family, vibes, fire, free, focus and for God. Terimakasih utnuk tokoh penting di cerita ini. Untuk sebuah alasan "kenapa".

Minat? Ayo Baca!

Untuk kamu yang penasaran dengan ceritanya, bisa pesan online novel The Virtual Friend ke Ellunar. 

Website: ellunarpublisher.com atau klik di sini
WA: 089685309651
LINE: (at)ellunar (dengan @)

Studienkolleg, Sekolah Penyetaraan Sebelum S1 di Jerman

Hai. Selamat datang dan selamat membaca kembali. Kali ini aku ingin berbagi info seputar Studienkolleg. Bagi teman-teman yang sudah tahu sekilas tentang Studienkolleg tentunya gak bakal roaming banget, tapi bagi yang belum, mari kita ulangi lagi. Sebelumnya aku pernah membahas sedikit di tulisanku tentang langkah-langkah S1 di Jerman.

Apa itu Studienkolleg?

Jadi, Studienkolleg adalah salah satu tahapan yang harus kalian lalui sebelum menempuh kuliah S1 di Jerman, baik itu untuk mereka yang bakal lanjut di universitas ataupun Fachhochschule (untuk ini next time kita bahas). Mungkin bisa dibilang Studienkolleg itu sebagai sekolah penyetaraan yang diperuntukan bagi mahasiswa asing yang ingin lanjut kuliah S1 di Jerman, termasuk juga untuk mahasiswa Indonesia. 

Berapa lama sih Studienkolleg itu?

Studienkolleg sendiri berlangsung selama 1 tahun atau 2 semester. Berarti harus lulus dalam kurun waktu 1 tahun dong? Jawabannya iya. Tetapi jika kemungkinan terburuk (tidak lulus), masih ada kesempatan untuk mengulang semester, tetapi hanya boleh satu kali pengulangan. Jika masih gagal di semester berikutnya, maka kalian akan dikeluarkan dari Studienkolleg tersebut.

Pendaftarannya bagaimana?

Sebelum mendaftar Studienkolleg, pastikan kalian sudah melengkapi semua persyaratan dari masing-masing Studienkolleg. Sebenarnya ada 2 jalur, bisa langsung mendaftar ke Studienkolleg yang kalian inginkan dan ada juga yang harus melalui Uni Assist. 

Apa lagi nih Uni Assist? 

Uni Assist bisa dibilang sebagai portal online yang menguji semua pendaftar dari berbagai negara yang ingin melanjutkan studi ke Jerman. Uni Assist akan menilai lamaran kalian, memberitahukan persyaratan apa saja yang harus dilengkapi. Setelah diuji oleh Uni Assist maka lamaran kalian akan dikirimkan ke Studienkolleg yang bersangkutan.

Pendaftaran melalui Uni Assist dilakukan secara online. Kalian hanya tinggal mengisi form pendaftaran, memilih Studienkolleg yang diinginkan serta mengupload dokumen yang dibutuhkan seperti CV, sertifikat, dll, serta jangan lupa untuk membayar uang pendaftaran.

Nah ini dia sebagai pembeda antara yang langsung mendaftar ke Studienkolleg dengan yang melalui Uni Assist. Biaya pendaftaran pertama untuk Studienkolleg sebesar 75 Euro, sedangkan untuk tiap pendaftaran Studienkollegnya berikutnya sebesar 15 Euro. Contoh, aku pertama kali daftar untuk Studienkolleg Kassel, berarti harus membayar 75 Euro. Selanjutnya aku daftar lagi untuk Studienkolleg Halle dengan biaya 15 Euro. Nah jika aku daftar lagi untuk Studienkolleg ketiga, maka bayar lagi 15 Euro, dan begitulah seterusnya.

Setelah lamaran kita yang melalui Uni Assist sampai di tangan Studienkolleg tersebut, maka saatnya kita menunggu undangan ujian masuk yang akan dikirimkan per post. Bagi yang tidak dapat undangan itu tandanya tidak bisa mengikuti ujian masuk. Oiya info Uni Assist bisa cek disini.

Dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk mendaftar Studienkolleg?

Ada beberapa dokumen yang harus kalian siapkan sebagai syarat mendaftar Studienkolleg, di antaranya adalah:
- Fotokopi rapor SMA (legalisir) beserta yang terjemahan (legalisir)
- Fotokopi SKHUN + Ijazah (legalisir) beserta dengan terjemahan (legalisir)
- Fotokopi pasport
- Fotokopi visa
- Curiculum Vitae
- Sertifikat bahasa Jerman 
- Pas photo

Untuk lebih pastinya kalian bisa langsung cek di website Uni Assist atau website masing-masing Studienkolleg yang ingin didaftar.

Apa saja yang diujiankan pada saat test penerimaan Studienkolleg?

Hanya ada dua mata pelajaran yang diujiankan, yaitu bahasa Jerman dan MTK. Tetapi tidak semua peserta harus mengikuti ujian MTK. Hanya mereka yang mendaftar untuk kelas T-Kurs dan W-Kurs yang harus mengikuti ujian MTK. Sedangkan sisanya M-Kurs dan G-Kurs hanya mengikuti ujian bahasa Jerman.

Apa itu M-, T-, W- dan G-Kurs?

Sebagai sekolah penyetaraan, Studienkolleg hanya membuka 4 kelas setiap semester. Diantaranya sudah aku sebutkan di atas tadi, tapi sekarang mari sedikit aku jelaskan kembali.

M-Kurs (Medizin-Kurs)

Bagi kalian yang nantinya ingin melanjutkan kuliah di jurusan kedokteran, gizi, biologi  atau apapun yang berhubungan dengan IPA, maka kalian harus mendaftar untuk masuk ke kelas M-Kurs. 

T-Kurs (Technik-Kurs)

Nah untuk kalian yang tertarik dengan dunia teknik, maka kalian harus mengikuti kelas teknik.

W-Kurs (Wirtschaft-Kurs)

Sedangkan W-Kurs diperuntukan untuk mereka yang ingin berkuliah di juru ekonomi, bisnis, manajemen, dll.

G-Kurs (Geisteswissenschaft-Kurs)

Kalian yang tertarik di dunia politik, sejarah, sastra, media, komunikasi dan yang lainnya masuk ke kelas G-Kurs.


Apa yang dipelajari selama Studienkolleg?

Semua yang dipelajari adalah hal-hal mendasar yang dibutuhkan nantinya saat kuliah, makanya dibagi menjadi empat kelas. Mungkin bisa juga ini dibilang sebagai persiapan kita nantinya sebelum benar-benar merasakan sistem perkuliahan negara Jerman. Supaya gak kaget gitu hehe.

M-Kurs

Bahasa Jerman, MTK, Fisika, Biologi, Kimia

T-Kurs

Bahasa Jerman, MTK, Fisika, Kimia, dan satunya lagi aku lupa #maap

W-Kurs

Bahasa Jerman, bahasa Inggris, MTK, BWL, VWL

G-Kurs

Bahasa Jerman, bahasa Inggris, Sejarah, Sosiologi dan Germanistik

Umumnya sih begitu, tetapi kadang ada beberapa yang beda, tergantung dati Studienkolleg masing-masing.


Sekian info tentang Studienkolleg. Semoga bermanfaat. Oiya ada sedikit bocoran bagi kalian yang nantinya mengikuti ujian masuk Studienkolleg. Pelajari trik menjawab soalnya dan bahas contoh-contoh soal yang dari semester-semester sebelumnya. Biasanya sih mereka ambil dari ujian sebelum-sebelumnya. Tentunya jangan lupa ibadah dan doanya diperbanyak :))

Kuliah S1 di Jerman Tanpa Beasiswa

Kalau biasanya banyak mahasiswa yang berkuliah S2 ataupun S3 di Jerman, bukan hal yang gak mungkin juga dong untuk S1 di sini. Tapi sayangnya sangat sedikit beasiswa yang ditujukan untuk program S1 ke Jerman. Kebanyakan mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Jerman mengambil jalur mandiri alias tanpa beasiswa. Ribet gak sih kuliah S1 disana dan langkah-langkahnya bagaimana?

Yuk, mari kita bahas!

Seperti yang pernah aku kasih tau di tulisan sebelumnya - Kenapa Jerman? - aku pribadi berangkat kuliah di Jerman melalui salah satu agen yang ada di Indonesia. Agen ini yang bertanggungjawab mengurus segala keperluanku untuk kuliah di sini. Tapi sekarang, mari kita lupakan sejenak tentang agen. 

Langkah - Langkah Kuliah S1 di Jerman

1. Kursus bahasa Jerman 
Selain karena kuliah S1 disini menggunakan bahasa pengantar wajib bahasa Jerman, kursus bahasa menjadi hal terpenting sebelum hidup di negara ini. Yaiyalah yaa masa tinggal di negara orang tapi kita sendiri gak paham dengan bahasa setempat hehe kan lucu juga. Hal penting dalam berkomunikasi itu kan bahasa. Kalau kita gak ngerti, gimana caranya bisa berkomunikasi dengan baik? Nanti terjadi kesalahpahaman dan membuat segalanya menjadi kacau. Apalagi salah paham antara kau dan dia :") Tapi ada hal yang lebih penting dari itu.

Teman-teman yang ingin melanjutkan S1 di sini terlebih dahulu harus mempunyai sertifikat bahasa Jerman. Selain untuk syarat apply visa, sertifikat ini juga sangat penting untuk mendaftar Studienkolleg - sekolah penyetaraan bagi mahasiswa asing yang ingin berkuliah di Jerman. 

Berdasarkan info terakhir yang aku dapatkan, minimal teman-teman sudah memiliki sertikat bahasa Jerman level A1 sebagai syarat apply visa. Tapi untuk mendapatkan sertifikat ini di Indonesia, masih hanya ada satu lembaga yang diakui oleh pemerintah Jerman, yaitu Goethe Institut. Jadi, silahkan teman-teman bisa mengikuti les dan ujian mendapatkan sertifikat di sana. Setelah itu bisa apply visa ke Kedutaan Jerman dan lengkapi syarat-syaratnya. Info lebih lanjut mengenai pengurusan visa bisa cek disini.

Kalau aku dulu les bahasa di Indonesia cuma sampai level A1, kemudian apply visa dan nantinya lanjut kursus lagi setelah sampai di Jerman. Aku mengikuti program intensiv setiap hari di lembaga bahasa yang ada di kota Aachen hingga mendapatkan sertifikat bahasa Jerman level B1. Akhirnya dengan sertifikat B1 ini aku bisa mendaftar untuk mengikuti ujian masuk Studienkolleg.

Oiya untuk level bahasa Jerman sendiri dimulai dari A1, A2, B1, B2, C1, C2 dan kemudian DSH. Di tahun 2013 syarat untuk bahasa masih bisa di level B1 tapi info terakhir dari adik kelas yang baru saja mengikuti ujian, syarat bahasa sudah harus B2.

2. Studienkolleg
Sebelum duduk di bangku perguruan tinggi yang ada di Jerman, kita sebagai mahasiswa asing terlebih dahulu harus mengikuti Studienkolleg selama 2 semester. Tetapi sebelumnya harus mengikuti ujian masuk dan ini sejujurnya berat. Bukan karena bahan yang diujiankan, tetapi karena saingan, bahkan kita bersaing dengan teman sendiri. Serem gak tuh?

Studienkolleg menerima mahasiswa baru setiap semesternya. Ada Wintersemester dan Sommersemester. Tetapi sayangnya hanya sedikit Studienkolleg yang buka saat Sommersemester. Selain itu juga ada kuota negara per masing-masing Studienkolleg dan hanya di buka satu kelas per masing-masing jurusan.

Bahan yang diujiankan saat itu sebenarnya hanya ujian bahasa Jerman dan MTK. Itu semua tergantung dengan kelas yang nantinya teman-teman ambil.

Di Studienkolleg ada 4 kelas/jurusan:
a. M-Kurs, bagi teman-teman yang nantinya akan berkuliah di jurusan berbau IPA, kedokteran, gizi, dsb. 
b. T-Kurs, bagi teman-teman yang nantinya berkuliah di bidang teknik.
c. W-Kurs, bagi teman-teman yang nanti akan berkuliah di jurusan yang berbau ekonomi, bisnis, dsb.
d. G-Kurs, bagi teman-teman yang nantinya berkuliah di jurusan media, seni, sastra, politik, dsb.

*Lain waktu akan kita bahas lagi seputar Studienkolleg

Lanjut dengan ujian masuk tadi, untuk teman-teman yang akan mendaftar di M-Kurs atau G-Kurs, bahan yang diujiankan adalah bahasa Jerman. Tetapi bagi yang mendaftar di W-Kurs ataupun T-Kurs, harus mengikuti ujian tambahan yaitu MTK. 

Seperti yang aku bilang tadi, hal terberat itu adalah karena faktor kuota per negara. Setiap semester hanya di buka masing-masing satu kelas per jurusannya. Berarti hanya ada satu kelas M-Kurs, T-Kurs, W-Kurs dan G-Kurs. Lebih beratnya lagi adalah per kelas tersebut hanya berisi mungkin 30an orang mahasiswa dan untuk kuota negara juga dibatasi. Hanya ada 5-6 mahasiswa Indonesia yang diterima per kelasnya. Saingan berat bukan? Karena peserta ujian dari Indonesia sendiri bisa mencapai ratusan, sedangkan bangku yang kosong hanya puluhan. Tidak jarang banyak mahasiswa yang sulit diterima di Studienkolleg. Mengikuti ujian masuk yang ada di setiap Studienkolleg, dari kota A ke kota B, itupun kalau kita mendapatkan undangan untuk mengikuti ujian.

Jadi setelah mendaftar Studienkolleg, kita harus menunggu jawaban surat dari Studienkolleg yang kita daftar, apakah kita mendapatkan undangan untuk mengikuti ujian masuk atau tidak. 

Singkat cerita, setelah diterima di Studienkolleg, teman-teman belajar disana selama 2 semester dan pada akhir semester juga ada yang namanya ujian akhir. Jika lulus, barulah bisa mendaftar kuliah di semua universitas yang ada di Jerman.

3. Kuliah
Hal terberat yang dilalui sebelum duduk di bangku perkuliahan adalah Studienkolleg. Selama 2 semester harus berjuang mati-matian untuk lulus dan mendapatkan nilai yang memuaskan agar bisa diterima di universitas yang kita mau. Untuk penerimaan mahasiswa baru di universitas kita gak perlu lagi mengikuti ujian masuk. Cukup mengirimkan lamaran ke masing-masing universitas yang kita mau. 

Menurutku sih asal kita sudah lulus Studienkolleg, kemungkinan besar kita diterima di universitas sangatlah besar.

Di Jerman sendiri ada yang istilah freie Zulassung yang artinya untuk beberpa jurusan tertentu di tiap kampus, pelamarnya tidak diberikan batasan nilai. Jadi, siapapun yang mendaftar jurusan yang freie Zulassung pasti diterima di kampus tersebut. 

Beda halnya apabila jurusan itu memiliki NC (Numerus Clausus), yang mana tidak semua pelamar bisa diterima alias punya batasan nilai atau mungkin bisa kita sebut KKM. 

Setelah resmi menjadi mahasiswa di kampus, saatnya berkuliah dengan rajin agar bisa menyelesaikannya dengan baik dan pulang ke Indonesia dengan membawa titel sarjana hehe. 

Oiya sedikit tambahan nih, bagi teman-teman yang ingin berkuliah S1 disini, sebenarnya masih ada pilihan lain sih yang lebih aman. Banyak juga mahasiswa Indonesia yang harus pulang kembali ke tanah air karena tidak kunjung diterima di Studienkolleg. Sedangkan kita sendiri diberikan waktu 2thn sampai diterima menjadi mahasiswa resmi di kampus. 

Saran dari aku sih, bagi teman-teman yang akan lanjut S1 di Jerman, mungkin lebih baik kursus bahasa di Indonesia hingga level yang cukup untuk syarat mendaftar Studienkolleg dan akan lebih baik lagi jika teman-teman sudah pasti diterima di Studienkolleg barulah berangkat ke Jerman. Biar lebih hemat biaya dan waktu. Ada juga kok beberapa Studienkolleg yang bisa test di Indonesia. Sayangnya aku dulu gak tau info ini, akhirnya berjuang dari awal banget langsung di Jerman. Semuanya tergantung pilihan masing-masing :)

Naik dan Turun Gunung Pilatus dengan Total Waktu 13 Jam

Sejak SMA aku suka "pergi ke alam". Entah itu pergi ke gunung, goa atau hanya sekadar menginap di hutan. Tergabung dalam ekskul ...